Diberdayakan oleh Blogger.

Mempertimbangkan Anak Masuk TK

Muhammad Kifah Abdullah Sidik, 4 tahun
Sekarang Kifah hampir 4 tahun dan mau masuk ke TK A tahun ini.

***

Kenapa saya berencana mendaftarkan Kifah masuk TK A tahun ini karena memang ini sudah merupakan keinginannya sendiri. Kifah sudah kepingin sekolah karena melihat teman-temannya yang setiap hari ke sekolah setiap pagi dan Kifah sering minta untuk nyusul temen-temennya ke sekolah. *lengkap dengan tasnya*

Saya gak pernah maksa Kifah untuk sekolah. Sementara ibu-ibu zaman sekarang ada yang cenderung berlomba-lomba untuk memasukkan anak ke sekolah sedini mungkin. Bahkan saya pernah melihat banner sebuah sekolah yang pendidikannya dimulai sejak usia 0 tahun. *tepuk jidat*



Sebagai orang kurikulum *ecieee pamer amat* saya gak terlalu sepakat kalau seorang anak disekolahkan dari masih bayi. Kenapa? kalau keperluan anak adalah stimulasi dan lain-lain, itu bisa dilakukan di rumah oleh ibunya. Kan untuk belajar sosialisasi? anak tetangga masih banyak yang juga balita, ajak main bareng sama anak tetangga. Dan kalau yang masih dekat posyandu, disitu juga ada BKB (Bina Keluarga Balita) yang biasanya mewadahi ibu-ibu yang sedang menstimulasi tumbuh kembang anak.

*jadi inget sebuah TK yang kena kasus hukum, ternyata biaya sekolahnya 300 jutaan setahun*

Saya jadi teringat percakapan di kelas Kurikulum Pendidikan Dasar. Dosen saya bilang:

"Di Indonesia itu aneh, anak itu dijejali berbagai pengetahuan banyak banget sampe mabok. Kalau dibilangin malah jawab begini: Dikasih banyak aja gak pinter-pinter, apalagi sedikit"

Ya padahal jelas-jelas itu pemahaman yang salah ya saudara-saudara. Liat Finalandia dan Selandia Baru, mata pelajaran anak sekolah hanya sedikit. Mereka dibuat fokus sama satu bidang sejak kecil. 


*Back to the topic*


Kifah saya sekolahkan ke TK A dengan beberapa pertimbangan, yaitu:

*sudah ada kemauan dari diri sendiri* 
Karena pada dasarnya prinsip pendidikan salah satunya itu keinginan untuk mencari tahu dari dalam diri manusia. Saya merasa sudah tertanam 'rasa penasaran' Kifah tentang sekolah. Bukankan belajar dengan rasa penasaran akan lebih baik ketimbang dengan paksaan?

*cukup usia mental* 
Usia perkembangan anak 4 tahun memang sudah membutuhkan ruang belajar yang lebih luas. Di sekolah Kifah bisa belajar bertemu dengan banyak orang. Teman-teman sebayanya, guru, orang tua temannya, pedagang, dan yang lain. Pernah waktu saya ajak Kifah ke sekolah dia bertemu dengan murid-murid di TK B yang usianya lebih besar. Ada beberapa yang bersikap ramah ketika bertemu orang lain, dan ada pula yang bersikap tidak ramah. Dari situ Kifah bisa belajar mengenal karakter orang lain yang ada di lingkungan masyarakat. Karena memang hakikat belajar salah satunya adalah mempersiapkan individu untuk hidup di tengah masyarakat.

*sekolah yang dipilih tidak memberikan beban belajar yang berlebihan* Kalau saya liat proses pembelajarannya, di sekolah Kifah nanti lumayan santai belajarnya. Gak neko-neko, belajar yang berat-berat. Jam belajarnya pun hanya 2 jam perhari (mulai pukul 08.00-10.00) selama 3 hari dalam satu minggu. Yakni hari senin, rabu, dan jum'at.

Waktu saya daftar ke sekolah, ada seorang ibu yang nyeletuk.

"disini mah belajarnya nyantai banget, jadi anak-anak belum bisa baca. Kalau di sekolah X lebih bagus, keluar TK udah jago baca" 

Saya gak sepakat. Tujuan Taman Kanak-Kanak itu memang bukan untuk belajar membaca. Di TK anak-anak lebih baik banyak belajar tentang afektif dan psikomotorik, bukan tentang kognitif. 


Pertimbangan orang tua untuk menyekolahkan anak memang berbeda-beda. Beda tujuan, beda orientasi, beda target. Tapi yang terpenting jangan sampai kebutuhan anak yang sesungguhnya terbengkalai karena 'kepentingan' orang tua semata. Apalagi buat pamer-pamer ke orang lain kalau anaknya udah jago bahasa A B C D dan ngitung x y z sejak kecil. 



Semoga Bermanfaat :)



Related Post: 

Perkembangan Anak Usia 4-5 Tahun



Tidak ada komentar