Diberdayakan oleh Blogger.

Homeschooling, Sekedar Tren atau Kebutuhan Pendidikan Anak?

 




Homeschooling atau sekolah di rumah tanpa mengikuti sekolah formal pada umumnya di sekolah menjadi salah satu pilihan pendidikan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Namun pertanyaannya, apakah homeschooling ini hanyalah sebuah ‘tren’ belaka? Atau benar-benar menjadi kebutuhan anak?

 

10 tahun yang lalu, homeschooling menjadi salah satu cara belajar yang menjadi buah bibir karena masih jarang sekali orang tua yang memilih homeschooling sebagai salah satu sarana belajar bagi anak-anak mereka.

 

Anak homeschooling dinilai tidak sama dengan anak yang sekolah formal pada umumnya, bahkan bisa jadi anak homeschooling dinilai ‘berbeda’ karena bersekolah dari rumahnya sendiri, tidak memiliki guru atau pun teman-teman sebaya seperti sekolah formal lainnya di Indonesia.

 

10 tahun berselang, homeschooling kini menjadi suatu hal yang lumrah dan menjadi alternatif pendidikan yang bisa memenuhi kebutuhan pendidikan anak. Apalagi dengan terjadinya kasus Pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, percepatan pendidikan era digital dan pembelajaran mandiri menjadi titik tolak perkembangan pendidikan masa depan, salah satunya homeschooling.

 

Bahkan pasca pandemi Covid-19 lembaga pendidikan yang memang menjadi penyedia layanan homeschooling makin ‘menjamur’ dan cukup diminati oleh para orang tua.

 



Negara sendiri menjamin sistem homeschooling ini berdasarkan Undang-Undang no. 20 tahun 2003, yakni ada tiga jalur pendidikan yang diakui, yaitu jalur pendidikan formal (sekolah), jalur pendidikan nonformal (kursus, pendidikan kesetaraan), dan jalur pendidikan informal (pendidikan oleh keluarga dan lingkungan). Homeschooling termasuk ke dalam kategori yang ketiga, yaitu jalur pendidikan informal.

 




Lebih lanjut, pasal 27 undang undang No. 20 tahun 2003 menjelaskan tentang pendidikan informal sebagai berikut :

 

1. Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.


2. Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.


3. Ketentuan mengenai pengakuan hasil pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.


Legalitas homeschooling juga dibahas dalam Permendikbud No. 129 tahun 2014, yaitu adanya pengakuan bahwa ijazah murid homeschooling setara dengan sekolah formal, dan adanya jaminan dari pemerintah untuk memudahkan siswa homeschooling yang ingin pindah ke jalur pendidikan formal atau nonformal. 


Anak homeschooling juga bisa mengikuti Ujian Nasional yang tertuang dalam peraturan menteri (Permen) oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu permendikbud RI No. 129 Tahun 2014  pasal 12, yang menyatakan bahwa siswa homeschooling dapat mengikuti UN/UNPK pada satuan pendidikan formal atau nonformal yang disetujui atau ditunjuk oleh Dinas Pendidikan kabupaten/kota setempat.

 

Webinar Mengenai Homeschooling

 

Walau sedang didalam perjalanan, saya senang bisa ikut webinar
mengenai homeschooling


Sabtu, 16 Desember 2023 kemarin, saya mengikuti salah satu webinar mengenai pendidikan homeschooling bersama salah satu narasumber yang memang memiliki anak yang melakukan homeschooling sampai saat ini, yakni Mama Cilya Marthalena (@cilyawonderland) seorang ibu dengan anak yang memilih homeschooling bagi anak-anaknya, pebisnis, dan juga seorang Blogger.


Webinar ini digagas oleh salah satu bimbingan belajar online interaktif Sinotif, yang beberapa waktu lalu saya review di blog ini. Sinotif merupakan salah satu bimbingan belajar online interaktif, salah satunya Bimbel Matematika. Aldebaran sendiri pernah mengikuti kelasnya dan lumayan cocok dengan proses pembelajarannya.

 

Kembali ke homeschooling, pertanyaan besar saya selama ini adalah apakah metode homeschooling ini benar-benar efektif dilakukan untuk anak? Mungkin pertanyaan ini ada di benak saya karena saya sama sekali belum pernah  merasakan atau berinteraksi dengan sistem pembelajaran homeschooling atau anak homeschooling secara langsung.


Baca juga: 5 Skill yang Harus Anak Kuasai Agar Tak Jadi Generasi Strawberry

 

Karena rasa penasaran saya inilah pas sekali rasanya saya mendengarkan pengalaman dari Mama Cilya Marthalena tentang perjalanan homeschooling anak-anaknya.

 

Menurut Mama Cilya, stigma kurang baik tentang homeschooling masih melekat di masyarakat kita. Anak homeschooling dinilai sebagai anak yang memiliki kekurangan atau perbedaan sehingga tidak bisa bersekolah di sekolah formal seperti anak lainnya. Homeschooling juga sering dikaitkan dengan keluarga yang anti sosial, memiliki pemikiran yang berbeda dibandingkan orang tua lainnya mengenai konsep pendidikan dan pembelajaran.

 

Padahal jika kita berpikiran terbuka, konsep homeschooling ini justru menjadi solusi dari berbagai kebutuhan pendidikan anak di Indonesia. Karena begitu beragam dan bervariasinya kondisi anak dan juga keluarga, maka homeschooling ini menjadi salah satu alternatif metode Pendidikan anak yang bisa mengakomodir berbagai kebutuhan Pendidikan seorang anak.


Selain untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan anak, homeschooling juga mampu membantu keluarga yang memiliki banyak keterbatasan waktu untuk menyekolahkan anaknya di sekolah formal, misalkan keluarga dengan orang tua yang berprofesi sebagai pebisnis, atau yang bekerja secara berpindah-pindah tempat, homeschooling tentunya bisa menjadi solusi yang tepat agar anak tetap bisa mendapatkan pendidikan yang tepat dan sesuai dengan segala kondisi yang ada.

 

Baca juga: Anak Kinestetik Baiknya diarahkan Jadi Apa, Ya?


Komunikasi dengan Anak adalah Kunci Kesuksesan Homeschooling

 



Walaupun homeschooling sekarang banyak diadopsi oleh berbagai keluarga yang memiliki ‘kebutuhan khusus’ namun tetap saja kunci utama keberhasilan homeschooling adalah komunikasi antara anak sebagai subjek utama dan orang tua sebagai peran pendukung.

 

Menurut Mama Cilya, ada baiknya orang tua berkomunikasi secara intens kepada anak sejak awal ketika ingin memilih homeschooling sebagai alternatif pendidikan bagi anak-anaknya. Orang tua harus berkomunikasi secara terbuka, mendeskripsikan secara jelas bagaimana kelebihan dan kekurangan homeschooling serta bagaimana anak-anak dan orang tua akan menjalaninya nanti.

 

Pendapat anak juga merupakan suatu hal penting dan perlu dipertimbangkan oleh orang tua ketika mengambil langkah untuk memilih homeschooling. Intinya komunikasi, keterbukaan, dan diskusi intens antara orang tua dan anak untuk bersama memilih jalan Homeschooling menjadi kunci utama agar homeschooling bisa berjalan dengan baik kedepannya.

 

Peran Orang Tua Sangat Penting

 


Jika di sekolah formal kita bisa ‘menitipkan’ anak kepada pihak sekolah (Guru) maka Ketika memutuskan untuk memilih homeschooling orang tua lah yang akan berperan sentral menjadi kepala sekolah, guru, tutor, mentor, fasilitator, pembimbing, pengawas, dan peran lainnya.


Orang tua bertugas mengatur/memenej semua kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan oleh anak-anak di rumah, mengatur siapa yang akan menjadi guru/mentor, apakah bisa oleh orang tuanya atau harus menghadirkan guru lainnya (baik secara offline maupun online).

 

Kekurangan dan Kelebihan Homeschooling

 

Menurut Mama Cilya, walaupun di era sekarang ini homeschooling cukup mudah dilakukan karena fasilitasnya pun sudah mulai banyak ditemukan, namun tetap ya, homeschooling ini memiliki tantangan tersendiri.

 

Beberapa kekurangan homeschooling diantaranya yang pertama, mungkin perlunya usaha lebih dari orang tua dibandingkan dengan menyekolahkan anak di sekolah formal. Orang tua harus aktif mencari informasi seputar kurikulum, metode pembelajaran, Lembaga Pendidikan yang bisa menaungi homeschooling baik secara teknis pembelajaran maupun administratif, dan lain sebagainya.

 

Jika anak ingin melakukan homeschooling, orang tua pun harus siap secara mental, fisik, materi, karena orang tua akan menjadi peran sentral atas keberlangsungan proses pendidikan melalui metode homeschooling.

 

Kedua, anak memiliki keterbatasan interaksi dengan teman sebayanya. Terbatas bukan berarti tidak sama sekali ya, karena anak homeschooling bisa melakukan tatap maya Bersama mentor/guru dan teman-teman sebayanya secara virtual.

 

Selain itu, anak homeschooling juga bisa melakukan gathering atau pertemuan bersama teman-temannya dalam sebuah event. Mama Cilya mengatakan bahwa anaknya sering melakukan gathering bersama teman-temannya, terakhir kali bahkan nonton bareng ke bioskop.




Kelebihan homeschooling pun diutarakan oleh Mama Cilya, diantaranya yang pertama adalah, anak menjadi memiliki waktu yang lebih fleksibel dalam belajar, apalagi anak yang memiliki bakat atau hobi seperti bermain musik, acting, olah raga (atlet), anak-anak ini kesempatan lebih banyak untuk mengasah minat dan bakatnya namun tidak tertinggal dalam pembelajaran umum yang biasa ditempuh dalam pendidikan formal.

 

Kedua, orang tua yang memiliki pekerjaan atau profesi yang berbeda dengan orang kebanyakan juga bisa menyesuaikan dengan ritme belajar anak. 

 

Mama Cilya sendiri adalah seorang pebisnis, mentor bidang entrepreuneurship, dan penyelenggara travel umroh dan haji. Bayangkan dengan pekerjaan yang memang menuntut fleksibilitas tinggi ini tentunya homeschooling menjadi solusi dalam mendidik anak, sehingga anak dan orang tua sama-sama bisa merancang aktivitas pembelajaran yang berkualitas dengan menyesuaikan ritme atau jadwal masing-masing.

 

Memilih Bimbel Matematika Online Interaktif untuk Anak Homeschooling

 

Walaupun bukan anak homeschooling, Aldebaran pernah mencoba belajar
bersama Bimbingan Belajar Online Interaktif Sinotif


Seperti yang saya katakan sebelumnya, homeschooling pada saat ini mudah diakses karena banyak sekali Lembaga Pendidikan yang ‘ikut membantu’ jalannya homeschooling bagi anak-anak. Salah satunya lembaga bimbingan belajar online interaktif Sinotif yang juga memiliki kelas online untuk anak homeschooling yang ingin belajar ilmu eksakta seperti matematika, kimia, dan fisika.


 Baca juga: Pengalaman Mengikuti Bimbel Online Interaktif Sinotif


Hal ini tentunya menjadi angin segar bagi para orang tua yang ingin memilih Langkah Homeschooling seperti Mama Cilya Marthalena, karena memang homeschooling ini ternyata menjadi sebuah solusi sekaligus kebutuhan bagi keluarga dengan situasi dan kondisi tertentu.

 

Sinotif sendiri adalah salah satu Lembaga bimbingan belajar khusus eksakta seperti bimbel matematika, kimia, dan fisika. Bimbingan belajar online Interaktif di Sinotif, dibimbing langsung oleh tenaga pengajar berkualitas dan bersifat personalized (menyesuaikan karakter siswa) yang dibimbing.

 


Sinotif akan mengklasifikasikan siswa sesuai dengan minat dan bakatnya dalam ilmu eksakta (Matematika, Fisika, Kimia) dan berusaha memfasilitasi siswa yang memiliki hambatan belajar dalam ilmu eksakta tersebut.

 


Kelas yang bisa dipilih pun beragam, ada yang bersifat kelompok dan ada juga yang individual. Semua tergantung kepada kebutuhan anak dan orang  tua terhadap pembelajaran eksakta. 


Jika anak homeschooling memiliki bakat seni dan musik, mungkin tidak terlalu tinggi kebutuhan tentang ilmu eksaktanya ya, namun sebaliknya jika anak memang sangat suka Matematika, macam Jerome Poline dan suka ikut olimpiade, sangat bisa untuk masuk kelas yang individu agar proses bimbingan belajar bisa lebih optimal.


Klik sinotif.com atau kunjungi instagram @sinotif.official untuk informasi lebih lanjut seputar bimbel Matematika atau pun bimbel pelajaran eksakta lainnya, ya.


Pembelajaran di Era Digital

 



Pandemi Covid-19 ternyata mempercepat hadirnya pembelajaran jarak jauh/pembelajaran mandiri di Indonesia, hal ini tentunya bukan hal asing bagi anak homeschooling, ya. pembelajaran mandiri tentunya menjadi metode yang dilakukan sehari-hari karena bisa lebih fleksibel sesuai dengan konsep pendidikan homeschooling.

 

Sinotif juga memberikan akses sumber belajar mandiri melalui E-Learning seratusinstitute.com, saya rasa ini sangat cocok jika anak homeschooling ingin belajar lebih intens mengenai ilmu eksakta (Matematika, Fisika, Kimia) yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja.

 

Homeschooling Apakah Sekedar Tren?

 

Mendengar paparan dari Mama Cilya Marthalena, homeschooling memang masih mendaptkan stigma negative dari masyarakat, bahkan Ketika memutuskan untuk melakukan homeschooling, bisa jadi hanya sedang mengikuti ‘tren’ yang ada di masyarakat.

 

Padahal menurut saya (hasil dari paparan Mama Cilya) bagi sebagian keluarga, homeschooling ini menjadi salah satu pilihan yang tepat dan menjadi solusi bagi pendidikan anak-anak. Karena setiap anak itu unik, dan setiap keluarga pun demikian.

 

Jadi, menurut opini saya, homeschooling bukan hanya sekedar tren namun sebuah kebutuhan masyarakat Indonesia pada masa sekarang ini. Namun memang keputusan homeschooling ini adalah keputusan yang sangat besar bagi sebuah keluarga, sehingga ketika memutuskan mengambil jalan homeschooling harus berdasarkan kebutuhan dan komitmen yang kuat.

 

 

Bagaimana pendapat Mama tentang homeschooling? Yuk, sharing pendapat Mama di kolom komentar :D

Cara Mudah Menghindari Kepala Bayi Peyang yang Wajib New Mom Ketahui

 



“Bu, kok  kepala bayi ibu peyang sebelah?”

 

Begitulah tanggapan julid tetangga dan beberapa kerabat ketika melihat adik laki-laki saya waktu kecil. Rambutnya yang selalu dibuat botak atau cepak ala tentara membuat bentuk kepalanya yang peyang atau tidak bulat merata nampak jelas di mata setiap orang. Dan tentunya membuat orang ‘gatal’ ingin berkomentar.

 

Saat itu usia saya masih sekitar 12 tahun, tentunya belum paham kenapa bentuk kepala adik laki-laki saya miring di satu sisi atau dikenal dengan istilah ‘peyang’. Dan sayangnya bentuk kepala yang tidak bulat merata tersebut terbawa hingga dewasa dan sulit untuk ‘diperbaiki’ kembali.

 

Ketika saya sudah dewasa, menikah, hamil dan akan melahirkan, saya teringat akan kejadian ini. Bahwa ibu saya dulu sering dikomentari oleh orang lain terkait kepala bayi (adik saya) yang peyang ke satu sisi, sehingga bentuknya tidak bulat sempurna. Seketika itu pula saya segera mencari tahu, apa penyebab dan bagaimana mengatasi kepala bayi peyang, agar hal ini tentunya tidak terjadi kepada anak saya ketika lahir.

 

Pertama tentunya untuk menghindari bullying kepada ibu pasca melahirkan, dan yang kedua tentunya saya mencari tahu apakah ada efek kesehatan yang akan timbul jika kepala bayi peyang seperti itu.

 

Penyebab Kepala Bayi Peyang

 

Ketika baru dilahirkan, tulang kepala bayi sangatlah lunak, sehingga ketika ada tekanan di sebelah sisi tertentu, maka akan terlihat sekali bentuknya menjadi miring atau dikenal dengan istilah peyang. Secara umum ada tipe jenis ‘kepala bayi peyang’ yang dikenal yakni Plagiocephaly atau peyang di sisi samping kepala bayi, dan Branchycephaly atau peyang di sisi belakang kepala bayi.




Menurut beberapa sumber yang saya baca, kepala peyang pada bayi disebabkan oleh posisi yang salah Ketika tidur, misalkan selalu tidur terlentang atau miring di satu sisi saja. Selain itu, kepala bayi peyang juga bisa disebabkan karena gangguan yang terjadi dari dalam rahim ibu.


Baca juga: Pengalaman Melahirkan Anak Kedua


Berbekal Pengalaman, Begini Cara Mudah Menghindari Kepala Bayi Peyang

 

1. Menghindari Tidur pada Posisi yang Sama




Banyak new mom yang merasa kelelahan pasca melahirkan sehingga terkadang lupa untuk memperhatikan posisi tidur bayi. Ada yang membiarkan bayinya terus-terusan tidur dalam posisi tidur terlentang atau pun miring ke satu sisi saja. Karena tulang tengkorak bayi yang masih lunak tadi, posisi seperti ini akan membuat kepala bayi menjadi flat atau datar di bagian tertentu saja (bagian belakang atau sisi kanan/kiri).

 

Walau pun pasca melahirkan itu sangat melelahkan, diusahakan new mom tetap berusaha memperhatikan posisi tidur bayi, jangan tidur dalam posisi yang lama dalam jangka waktu yang lama,  karena tentu saja ini sangat berpengaruh kepada bentuk kepala bayi, dan menghindari kepala bayi peyang yang tentunya sedikit banyak akan mempengaruhi ‘kehidupan’ bayi di masa depan.

 

2. Menggunakan Bantal Khusus




Saat kehamilan saya memasuki usia 7 bulan, saya mulai membeli berbagai perlengakapan bayi termasuk bantal bayi khusus anti peyang. Bentuk bantalnya sangat unik karena memiliki lubang di tengah bantal.

 

Awalnya saya merasa bantal ini sangat unik atau lebih tepatnya aneh, karena biasanya kita senang jika tidur pada bantal yang empuk, bukan bantal yang berlubang. Namun nyatanya, bantal bayi anti peyang ini memang didesain agar kepala bayi bulat sempurna, tidak miring ke satu sisi kanan atau kiri atau pun rata/flat di bagian belakang kepala.

 

Ketika anak pertama saya berhasil memiliki bentuk kepala bayi yang bulat sempurna, maka saya memutuskan untuk menjadikan bantal kepala bayi anti peyang sebagai barang wajib yang harus dibeli ketika saya hamil dan akan memiliki bayi Kembali.


Baca juga: Mempersiapkan Mental Menghadapi Persalinan

 

3. Mengubah Posisi saat Menyusui




Sama halnya dengan posisi tidur bayi, new mom yang Lelah pasca melahirkan akan merasa ‘malas’ untuk mengubah posisi menyusui bayi jika dirasa posisi tersebut membuat nyaman bagi ibu dan juga bayi. Padahal jika dibiarkan, hal tersebut akan membuat kepala bayi menjadi peyang atau tidak memiliki bentuk yang bulat sempurna.

 

Sebelum bayi berusia 3 bulan atau saya kira tengkorak kepalanya sudah mengeras, saya selalu mengubah posisi menyusi bayi, terutama posisi menyusui sambil berbaring di tempat tidur. Karena baisanya saking nyamannya, kita lupa untuk mengubah posisi tersebut dan ikut tertidur bersama bayi, hehehe.

 

Dampak Kepala Bayi Peyang bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi


Dilansir dari berbagai sumber, bentuk kepala bayi peyang atau miring di satu sisi atau di rata/flat di bagian belakang kepala, tidak memiliki dampak pada pertumbuhan dan perkembangan bayi, hanya saja dampak yang ditimbulkan lebih ke dampak fisik.

 

Seperti yang ibu saya alami, jadi banyak komentar miring terhadap bentuk kepala adik saya yang dirasa terlihat asimetris. Jadi menurut saya pribadi sih, dari pada ‘memancing’ komentar netizen nantinya, lebih baik kita sebagai new mom berusaha untuk menjaga bentuk kepala bayi agar tetap bulat sempurna.

 

Selain itu, di masa depan bisa saja anak-anak kita menjadi korban bullying karena memiliki bentuk kepala yang berbeda. Untuk itu, tidak ada salahnya agar kita berusaha untuk menjaga bentuk kepala bayi kita agar tidak menjadi sasaran bullying fisik oleh para oknum netizen yang tak memiliki empati dan tidak memiliki hati nurani.


Baca juga: Agar Anak Tidak Tumbuh Menjadi Generasi Strawberry

 


Informasi seputar kesehatan dan berita yang up to date bisa Mama dapatkan juga di Beranda.co.id, ya, yakni portal berita online yang selalu menyajikan berita yang terbaru dan memberikan insight berbeda kepada pembaca untuk menambah khasanah pengetahuan dan juga informasi yang diperlukan seputar gaya hidup, Kesehatan, ekonomi, bisnis, inspirasi, travel, dan lain sebagainya.

 

Punya pengalaman seputar kepala bayi peyang juga, Ma? Atau punya tips lainnya? Yuk, sharing di kolom komentar! Siapa tahu bermanfaat untuk Mama lainnya, lho!

 

5 Skill yang Harus dimiliki Anak agar Tak Jadi Generasi Strawberry

 


 

“Dasar generasi strawberry!” Keluh seorang guru yang mengajar di bangku sekolah dasar.


Setelah membaca resume buku Strawberry Generation dan membaca motivasi Helmy Yahya yang syarat akan perjuangan hidupnya yang berliku, saya menyadari satu hal, yakni hari ini kita sedang menciptakan Generasi Strawberry.


Bukan hanya saya sebagai orang tua, guru pun merasakan hal yang sama. Semenjak mulai mengajar anak-anak di kelas rendah, guru menemukan banyak ‘keganjilan’ yang terjadi. Seperti anak yang cenderung kreatif namun mudah menyerah, anak yang tidak mampu berkomunikasi untuk menyelesaikan masalahnya, ditambah orang tua murid yang selalu ‘berpesan’ ini dan itu kepada sang guru setiap harinya.

 

Fix! Ini sih, Namanya generasi strawberry, yakni generasi yang terlihat cantik dan indah diluar namun ternyata mudah rapuh di dalam.

 

Tidak ada definisi pasti tentang Generasi Strawberry ini, namun beberapa kali Prof. Rhenald Kasali berkomentar tentang Generasi Strawberry yang memiliki ciri-ciri kreatif, kritis, penuh rasa ingin tahu, namun mudah menyerah, lemah akan tanggung jawab, tidak berorientasi pada solusi ketika menghadapi masalah  (menyalahkan faktor lain) dan cenderung tidak mau mengandalkan dirinya sendiri.

 

Sama seperti opini-opini yang disampaikan oleh Prof. Rhenald Kasali mengenai Generasi Strawberry, setiap saya membaca perjalanan hidup para public figure, seperti motivasi Helmy Yahya, selalu ada benang merah antara perubahan karakter generasi dari zaman ke zaman.

 

Generasi Strawberry  tentu tidak terbentuk dengan sendirinya, pasti ada yang membentuk sikap mental seperti ini. Siapa yang membentuk anak-anak yang diduga menjadi Generasi Strawberry? Tidak lain dan tidak bukan, tentu kita, para ORANG TUA.

 

Salah satu hal yang paling saya rasakan ketika menjadi bagian dari elemen pendidikan anak di sekolah adalah banyaknya orang tua yang selalu men-takeover atau mengambil alih semua urusan anak-anaknya di sekolah.

 

Ketika anak menghadapi masalah, orang tua segera maju untuk pasang badan. Ketika anak diberi tugas, orang tua kerepotan untuk mengerjakan tugas anaknya di rumah, sementara sang anak berleha-leha tak berfikir bagaimana menyelesaikan tugas tersebut.

 

Ingat masalah orang tua yang melaporkan guru ketika sang guru menegur anak yang tidak shalat? Ini adalah salah satu bukti bahwa anak-anak saat ini mengalami pelemahan mental karena orang tua yang selalu siap menjadi solusi berbagai permasalahan yang sedang dihadapi oleh anak-anaknya.


Baca juga: Anak Membuat Kita Tidak Bahagia?

 

Mencegah Anak Menjadi Generasi Strawberry

 


Salah satu tanggung jawab penting yang dimiliki oleh orang tua adalah membentuk karakter anak sesuai dengan syariat Islam, berakhlaq seperti Rosulullah SAW, dan tentunya memiliki mental kuat yang mampu diandalkan di zaman sekarang ini.

 

Karena kita sebagai orang tua, tak pernah bisa menemani anak-anak sepanjang hidup mereka. Kelak mereka akan dewasa dan kita pun akan menua, maka mempersiapkan anak dengan baik dari segi karakter menjadi hal utama.

 

Sedihnya, kebanyakan orang tua saat ini terlalu berfokus menyiapkan anak dari segi materi (dana pendidikan, perawatan, pengasuhan anak), tapi abai terhadap persiapan karakter anak untuk menyambut kehidupan dewasa kelak. Hingga beberapa waktu lalu muncul kasus seorang anak yang kuliah di Fakultas Kedokteran, memutuskan untuk bunuh diri di dalam mobil. Hal ini tentunya harus menjadi tanda tanya besar di benak setiap orang tua.

 

 

5 Skill yang Harus dimiliki Anak agar Tak Jadi Generasi Strawberry

 

Melihat realita yang terjadi sekarang, saya sebagai orang tua memiliki kesimpulan bahwa ada 5 skill dasar yang harus dimiliki anak agar tak jadi Generasi Strawberry. Skill apa saja kah itu?

 

1. Skill Komunikasi




Komunikasi bukan hanya berbicara dan sekedar berucap kata-kata. Komunikasi adalah salah satu cara manusia untuk menyampaikan gagasan, ide, pendapat, perasaan, dll melalui sebuah media dan akan menghasilkan efek tertentu.


Anak-anak harus dilatih berkomunikasi sejak dini, mereka harus bisa menyampaikan apa yang mereka pikirkan dan rasakan dengan baik dan benar. Sehingga tidak ada masalah tantrum yang berkepanjangan, salah paham/mis komunikasi, dan respon yang salah terhadap sebuah komunikasi.

 

Ketika ada masalah, biarkan anak berbicara dan berkomunikasi dengan baik. Misalkan ada konflik dengan temannya di kelas, biarkan anak yang memulai komunikasi dengan temannya, mengutarakan pendapat dan perasaannya, kemudian biarkan ia mendengar dan menyimak argumentasi dari teman yang sedang berselisih paham dengannya.

 

Jangan selalu orang tua yang mengambil alih untuk mendamaikan, untuk menyelesaikan masalah, atau bahkan tidak ingin berkomunikasi kepada pihak yang bersangkutan terkait masalah yang terjadi (menghindari/lari dari masalah).

 

Komunikasi adalah salah satu hal yang penting, ketika anak gagal berkomunikasi, maka ia akan gagal mengungkapkan apa yang ia pikirkan, apa yang ia rasakan, jika ini terus berulang, maka bersiaplah akan ada bom waktu yang meledak di kemudian hari.


Baca juga: Anak Kinestetik Baiknya diarahkan untuk Jadi Apa, ya?

 

2. Skill Negosiasi




Negosiasi adalah proses diskusi untuk menyelesaikan suatu masalah agar tercapai solusi bersama. Ketika anak tidak pernah dihadapkan kepada masalah, misalkan buku ketinggalan, tempat makan ketinggalan, salah pakai seragam, berkonflik dengan teman, tidak mengerjakan tugas, maka anak tidak akan pernah tahu cara untuk bernegosiasi dengan pihak lain yang bermasalah dengannya.

 

Sebagai contoh ketika buku pelajaran anak tertinggal di rumah. Biarkan lah anak ‘menaggung resiko’ kelalainnya tersebut. Jangan buru-buru meminta orang tuanya untuk mengantarkan buku yang tertinggal ke sekolah.

 

Biarkan anak bernegosiasi dengan guru, “Apa yang bisa saya lakukan ketika buku pelajaran tertinggal di rumah?” Kemudian akan muncul beberapa pilihan, bukan? Meminjam buku teman secara bergantian, meminjam buku di perpustakaan, dan lain sebagainya.

 

Ketika anak dihadapkan pada masalah kemudian ia bisa bernegosiasi dengan orang atau keadaan yang sedang terjadi, maka ia akan belajar untuk bertanggung jawab dan memahami bahwa setiap apa yang kita lakukan akan melahirkan sebuah resiko.

 

3. Skill Manajerial




Setelah anak bisa berkomunikasi dengan baik, mampu bernegosiasi dengan orang atau keadaan ketika sedang dihadapkan dengan sebuah masalah. Anak-anak pun harus diajari skill manajerial. Bagaimana ia harus mengatur dirinya? Bagaimana ia harus mengatur kegiatannya? Sebelum nanti ketika anak dewasa, ia bukan hanya harus mengatur dirinya, melainkan mengatur orang dan keadaan di sekitarnya juga.

 

Bagaimana ia bisa memenej orang lain atau lingkungannya ketika ia sendiri tidak selesai dengan dirinya sendiri?

 

Contohnya adalah ketika menyiapkan buku, seragam, sepatu, alat minum dan makan, biarkan anak yang mengatur semuanya sendiri. Biasakan membuat jadwal untuk melakukan hal tersebut, dan tahu konsekuensi ketika hal tersebut tidak dilalukan.

 

4. Skill Mengelola Emosi




Menurut Psikolog Paul Ekman, secara umum manusia memiliki 6 emosi dasar, yaitu terkejut, takut, marah, senang, jijik, dan sedih. Banyak sekali seminar parenting yang membahas soal mengelola emosi ini, emosi itu bukan hanya marah, emosi banyak macamnya dan bagaimana cara menyalurkannya?

 

Terkadang orang tua tidak mau repot ‘menghadapi’ emosi anak, sehingga menggunakan jalan pintas untuk menutup aliran emosi tersebut. Padahal ketika anak tidak memiliki kemampuan menyalurkan emosi dengan benar sejak kecil, maka ia akan kesulitan mengelola emosinya hingga ia dewasa.

 

Padahal di dunia orang dewasa, kegaduhan akibat emosi manusia ini akan sangat riuh sekali. Apalagi ketika anak sudah berada di lingkungan tertentu, jika ia tidak bisa mengelola emosinya sendiri, ia akan sibuk menyalahakan keadaan, seperti ‘lingkungan toxic, orang toxic, dll’

 

Mungkin saja, bisa jadi, bukan lingkungan atau orang yang toxic, melainkan anak yang tidak bisa ‘membawa diri’ dengan meregulasi emosinya dengan baik. Saya selalu yakin, orang yang sudah ‘selesai’ dengan dirinya, akan mudah mengatasi emosinya sendiri dan tidak mudah terpengaruh dengan limpahan emosi dari orang lain yang tidak pada tempatnya.

 

 

5. Skill Menyelesaikan Masalah




Semua skill yang sudah saya sebutkan di atas bagai irisan yang mendukung satu sama lain. Saya yakin skill yang satu ini pun menjadi salah satu akumulasi ketika anak sudah memiliki keempat skill yang sudah saya sebutkan tadi.

 

Kebanyakan orang ketika menghadapi masalah, akan cenderung membela diri, menyalahkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain. Padahal ketika seseorang menghadapi masalah, hal yang seharusnya menjadi tujuan adalah penyelesaian masalah yang berorientasi pada SOLUSINYA.

 

Ketika orang tua selalu mengambil masalah anak-anaknya, kemudian menyelesaikannya tanpa berdiskusi dengan anak, saya rasa anak tidak akan pernah tahu dan bisa menghadapi bahkan mencari solusi sendiri terhadap masalahnya.

 

Di kurikulum Merdeka yang sekarang berlaku secara nasional, anak-anak dituntut kreatif, inovatif, dan mengeksplor minat dan bakatnya. Ketika hal ini dilakukan, tentunya tidak akan mulus-mulus saja, pasti ada tantangan, masalah, dll. Anak harus bisa berpikir kritis sepaket dengan kemampuan mencari solusi. Jangan hanya diminta berpikir kritis, namun ketika ada masalah, orang tua ikut men-take over masalahnya.


Baca juga: Mengatasi Hambatan Belajar pada Anak dengan Online Learning


Begitupun ketika anak berkonflik dengan temannya, sebisa mungkin biarkan lah anak yang menyelesaikan masalah mereka sendiri. Karena nanti pada akhirnya, di masa dewasa, ia akan menerima pahitnya konflik, kegagalan, masalah, kekecewaan, dan lain sebagainya.

 

Biarlah anak tahu bahwa apa yang ia inginkan dan sesuatu yang ideal itu tidak mudah digapai, harus ada usaha untuk meraihnya dengan skill komunikasi, negosiasi, manajerial, mengelola emosi, dan juga skill menyelesaikan masalah demi masalah.

 

***

Sikap tegas kita sebagai orang tua tentunya menjadi KOENTJI untuk melatih 5 skill dasar yang harus dimiliki oleh anak. Mungkin kita merasa kasihan, sayang, khawatir kepada anak-anak kita, saya rasa itu sah dan valid sebagai orang tua, namun tetap kita harus menempatkan perasaan-perasaan tersebut pada tempat dan kondisi yang sesuai,


Jangan sampai kita membentuk anak menjadi Generasi Strawberry yang justru akan membuat mereka kesulitan di masa depan kelak, ketika tangan kita tak mampu lagi mendorong mereka, ketika kita sudah tak memiliki kekuatan untuk selalu menjadi tameng bagi mereka.


Akan kah kita membiarkan anak-anak kita menjadi generasi yang lemah? Atau sebaliknya, kita akan menjadi orang tua yang mengantarkan mereka menjadi manusia kuat yang siap berkontribusi untuk kesuksesan peradaban manusia?


Dengan Rp.10.000 Kamu Sudah Bisa berwakaf di sini! #Wakaferse

 

“Eh, wakaf, yuk!”

“Wakaf? Wakaf kan, buat orang tua, paling buat bikin masjid, sekolah, sama makam. Anak muda sih, cukup sedekah dan bayar zakat aja kali, ye”

 

Begitu lah kira-kira sebuah percakapan para generasi muda yang masih segar bugar ketika membicarakan soal wakaf. Menurut Bu Sulistiqomah (Dompet Dhuafa) literasi wakaf di Indonesia masih sangat kurang, sehingga diperlukan sosialisasi yang lebih terhadap generasi muda terkait wakaf.  Wakaf masih dianggap bagian ibadah generasi yang sudah sepuh saja, dan programnya pun itu-itu saja. Padahal wakaf itu memiliki pahala mengalir abadi sampai yaumil akhirat, lho!

 

Mengapa Wakaf?


Wakaf adalah salah satu ibadah yang memiliki banyak keutamaan, terutama pahala yang akan mengalir kepada pewakaf walau walau pun sudah meninggal dunia. Maka dari itu, jika kita menginginkan ibadah yang memberi manfaat di dunia dan pahala mengalir abadi sampai ke akhirat akhirat, sungguh wakaf adalah ibadah yang bisa jalan dari itu semua.

 

Secara Bahasa, wakaf (waqafa) artinya menahan, diam, berhenti, diam di tempat, atau tetap berdiri. Sedangkan Mahzab Syafi’i mendefinisikan wakaf adalah : “tidak melakukan suatu tindakan atas suatu benda, yang berstatus sebagai milik Allah SWT, dengan menyedekahkan manfaatnya kepada suatu kebajikan (sosial)”.

 

Secara sederhana, harta yang kita wakafkan akan terus bisa menghasilkan ‘buah’ manfaat untuk umat jika dikelola dengan benar, atau dikenal sebagai wakaf produktif.

 

Pernah mendengar sedekah sumur Raumah? Yakni sumur yang diwakafkan oleh Khalifah Utsman bin Affan. Khalifah Utsman bin Affan membeli sumur dari seorang Yahudi seharga 8.000 dirham. Kemudian sumur tersebut dimiliki secara penuh oleh Khalifah Utsman bin Affan.


Sumur tersebut diwakafkan kepada umat, sehingga umat Islam bebas mengambil air dari sumur ini kapanpun mereka butuh. Kemudian sumur tersebut dikenal dengan nama sumur Raumah.

 

Sumur yang diwakafkan oleh Khalifah Utsman bin Affan ini tetap ada hingga sekarang, namun manfaat air dari sumur tersebut tetap dirasakan oleh umat yang ada di sekitar sumur tersebut bahkan hingga detik ini. Padahal sumur tersebut dibeli sejak 1400 tahun yang lalu, Masya Allah.

 

Potensi Wakaf di Indonesia

 

Menurut data yang dihimpun oleh Dompet Dhuafa, Indonesia ternyata memiliki banyak potensi wakaf yang bisa dioptimalkan. Tentunya karena jumlah penduduk Indonesia yang sebagian besar umat muslim ini bisa menjadi sumber kekuatan wakaf yang besar. Seperti yang saya katakana sebelumnya, wakaf yang produktif bisa menjadi solusi untuk berbagai permasalah umat, karena wakaf menghasilkan banyak manfaat selama dikelola dengan baik.

 

Jika dilihat dari data statistik daya beli masyarakat, tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia belum sepenuhnya merata. Seperti Istilah para kritikus, ‘yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin’ sehingga roda ekonomi hanya berputar pada golongan tertentu saja, sedangkan rakyat yang berada di lapisan terbawah tidak merasakan manfaatnya.

 

Maka dari itu, melihat ketidak merataan tingkat kesejahteraan/ekonomi di Indonesia, wakaf seharusnya bisa mengambil peran untuk menjadi jembatan kesenjangan sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia.

 

Wakaferse (Wakaf Universe) Dompet Dhuafa sebagai Solusi

 

Wakaferse (Wakaf Universe atau Semesta Berwakaf)


Senin, 30 Oktober 2022 lalu, saya berkunjung ke Zona Madina di Kawasan Parung Bogor, Jawa Barat. Ternyata, Kawasan Zona Madina ini merupakan tanah wakaf yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Di Kawasan Zona Madina yang saya kunjungi ternyata banyak sekali wakaf produktif yang digunakan untuk kepentingan umat seperti Rumah  Sehat Terpadu (Kesehatan), Sekolah Smart Ekselensia Kampus Budi Bakti (Pendidikan), Masjid Al-Madinah, Rumah UMKM, dan masih banyak lagi (nanti akan saya post foto-fotonya, yaa).

 

Ibu Etika Setiawati (Direktur Mobilisasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa), Ustaz Syafi'ie El Bantanie (Praktisi Wakaf Dompet Dhuafa), Ibu Sulistiqomah (SO Retail Fundraising Wakaf), Dini Andromeda (Master of Ceremony)


Program Wakaferse (wakaf universe) dari Dompet Dhuafa adalah program semesta berwakaf yang mengusung gagasan bahwa semua orang bisa berwakaf. Bukan hanya orang tua, orang kaya, golongan tertentu saja yang bisa berwakaf. Namun kita semua pun bisa berwakaf tanpa memandang status ekonomi, sosial, dan sebagainya.

 

Wakaferse adalah sebuah makna dalam menguniversalkan gerakan wakaf di dunia ini. ebuah gerakan semesta berwakaf untuk mendorong “inisiatif” wakaf masyarakat seluas-luasnya, terutama wakaf uang.


Wakaferse juga bermakna, bahwa wakaf merupakan ikhtiar mewujudkan asset sosial di seluruh sendi kehidupan masyarakat. Wakaf adalah instrumen penyejahteraan yang rahmatan lilalamiin.


Melalui dana wakaf dari program Wakaferse ini, Dompet Dhuafa berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat pada umumnya, serta khususnya pada dhuafa.

 

Melalui penggalangan Wakaf Uang dan instrumen wakaf lainnya, Dompet Dhuafa berusaha semaksimal mungkin menjadi Nadzir Wakaf (badan pengelola dana wakaf) yang produktif, profesional, dan amanah.

 

Dompet Dhuafa ingin mengajak semua lapisan masyarakat tanpa batasan apapun untuk ikut Gerakan berwakaf, karena wakaf adalah salah satu ibadah yang memiliki banyak manfaat untuk umat dan sebagai investasi pahala di yaumil hisab nanti.

 

 

Yuk, Jalan-Jalan ke Zona Madina

 



Jika kamu sedang berjalan-jalan atau tidak sengaja melewati Jalan Raya Parung Bogor, jangan lupa untuk mampir ke Zona Madina, ya!


Zona Madina ini adalah salah satu kawasan yang terintegrasi untuk memberdayakan umat dari berbagai sisi. Seperti dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, dan lainnya. Zona Madina merupakan ‘miniatur’ bagaimana kekuatan wakaf menjadi pendorong geliat kehidupan masyarakat Indonesia yang berdaya dan saling memberdayakan.


Wilayah yang dibangun kurang lebih seluas 6 hektare ini merupakan tanah wakaf dari para donatur Dompet Dhuafa. Terdapat Rumah Sakit (Rumah Sehat Terpadu) Dompet Dhuafa, Mesjid Al-Madinah, Sekolah Smart Ekselensia Indonesia, Kampus Budi Bakti, Mini Market Daya Mart, Pusat Kuliner Teras Madina dan Madaya Coffee. 


Terdapat pula rumah pemberdayaan, penginapan, Madina Zoo, play ground, green house, ruko yang menjual produk-produk pemberdayaan dari Dompet Dhuafa dari sektor perkebunan dan pertanian, dan lainnya.

 

Produk pemberdayaan Dompet Dhuafa yang merupakan hasil pendampingan petani Indoensia




Saya mengenal daerah Parung Bogor sejak kecil, saya tidak menyangka akan ada suatu tempat yang sangat terasa suasana masyarakat muslim yang Islami. Karena dulu memang daerah ini terkenal dengan pusat ‘lokalisasi’.

 

Terdapat masjid dan tempat perekenomonian yang dikelola oleh dana umat dan kembali ke umat. Hal ini mengingatkan saya kepada kisah Rosulullah SAW yang hijrah ke kota Madinah, dua hal penting yang pertama kali dibangun oleh beliau adalah masjid dan juga pasar.


Hal ini menggambarkan bahwa ibadah kepada Allah SWT dan muamalah adalah pilar-pilar yang bisa membangun peradaban umat. Saya rasa, Zona Madina ini dibangun dengan spirit yang sama ketika Rosulullah SAW, kaum muhajirin, dan kaum anshor membangun kota Madinah sekaligus peradaban muslim yang rahmatan lil ‘alamiin.

 

 

1. Masjid Al-Madinah



Merupakan salah satu icon di Zona Madina yang merupakan pusat dakwah Islam di Kawasan Zona Madina, Parung Bogor. Program-program di Masjid Al-Madinah berbasis pemberdayaan umat, salah satunya adalah pengentasan buta huruf Al-Qur’an melalui program FHQ (Forum Halaqah Qur’an) Al-Madinah yang kini sudah berhasil membelajarkan 500 lebih santri untuk belajar tahsin dan ilmu Al-Qur’an lainnya.

 

2. Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa




Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa merupakan Rumah Sakit yang awalnya digagas untuk membantu kaum dhuafa yang memiliki keterbatasan dalam mengakses layanan Kesehatan. Sebelum adanya BPJS, biaya operasional Rumah Sehat Terpadu ini benar-benar ‘dibebankan’ kepada dana umat (ZIS). Tidak ada perbedaan pelayanan antara pasien dhuafa maupun pasien umum, dokter dan perawat serta tenaga medis lainnya pun bekerja secara profesional.

 

3. Sekolah Smart Ekselensia Indonesia


Hamka dan Jalal adalah anak-anak pilihan yang mendapatkan beasiswa penuh dari Dompet Dhuafa.
 Kebetulan Jalal ini ternyata satu daerah dengan kampung halaman saya, yakni di Kecamatan Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.


Sekolah Smart Ekselensia Indonesia merupakan sekolah akselerasi yang digagas oleh Dompet Dhuafa agar kaum dhuafa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata tetap bisa mengenyam Pendidikan  yang berkualitas. Smart Ekselensia ini dimulai dari jenjang SMP-SMA (Kelas Akselerasi) dengan sistem asrama yang terletak di Zona Madina Parung Bogor. Anak-anak yang bersekolah di Smart Ekselensia merupakan anak dari keluarga Dhuafa dari seluruh pelosok Indonesia.

 

Tim Dompet Dhuafa mencari anak-anak dhuafa yang berprestasi hingga ke daerah yang jauh dari perkotaan. Mereka semau dibimbing dan dibina bukan hanya secara akademik, namun mereka juga menjadi penghafal Al-Qur’an.

 

Sudah banyak sekali prestasi yang ditorehkan oleh para siswa Smart Ekselensia Indonesia dari berbagai bidang, seperti akademik, olah raga, keagamaan, kreativitas, dan masih banyak lagi.

 

4. Kampus Budi Bakti




Salah satu yang belum lama ini hadir di Zona Madina adalah Kampus Budi Bakti. Kampus ini terletak persis di belakang masjid Al-Madinah Dompet Dhuafa. Kampus ini juga diperuntukkan bagi kaum dhuafa atau kaum yang termarginalkan agar tetap bisa mengakses pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Program Studi yang dibuka oleh Kampus Budi Bakti ini adalah Program Studi Manajemen.

 

5. Rumah Pemberdayaan UMKM

Para UMKM bisa belajar di sini, salah satunya cara membuat dan mendesain kemasan produk


Salah satu hal yang saya ingat ketika mendengar kata Dompet Dhuafa adalah pemberdayaan. Sejak dulu, Dompet Dhuafa selalu concern dengan pemberdayaan Masyarakat menengah ke bawah atau kaum dhuafa. Pemberdayaan yang dilakukan biasanya kepada peternak, petani, nelayan, dan wirausahawan.

 

Di Zona Madina ini, ada sebuah tempat yang dinamakan Rumah Pemberdayaan UMKM, dimana di rumah tersebut, para pelaku UMKM diberikan pelatihan dan pendampingan untuk terus mengembangkan usaha mereka. Salah satunya pembuatan kemasan produk agar menarik di mata konsumen dan sesuai dengan standarisasi produk pangan.

 

6. Teras Madina dan Madaya Coffee


Coffee Shop yang rasa kopinya enak dan tempatnya cozy


Zona Madina juga membuka pusat kuliner di Kawasan Zona Madina, lho. Tentu saja, produk di sini merupakan produk pemberdayaan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa. Di Madaya Coffee contohnya, biji kopi yang digunakan sebagai bahan baku merupakan biji kopi hasil pemberdayaan petani kopi Dompet Dhuafa.


Kita bisa menikmati berbagai kuliner Indonesia di sini dengan harga yang cukup terjangkau


Kopinya enakkkk 


Begitu pun dengan Teras Madina yang menyediakan berbagai kuliner khas Indonesia, seperti soto, sate, gado-gado, tongseng, dan masakan Indonesia lainnya. Para penyewa kedai di Teras Madina ini merupakan masyarakat sekitar yang diberi pendampingan dan pelatihan seputar kuliner Indonesia. Mereka juga diperbolehkan membuka kedai mereka di Teras Madina tanpa biaya sewa.

 

7. Madina Zoo, Play Ground, Penginapan, Green House Melon



Zona Madina digagas untuk menjadi salah satu pusat kegiatan masyarakat yang mampu saling memberdayakan satu sama lain karena manfaat wakaf produktif yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Oleh karena itu, di Kawasan Zona Madina ini juga terdapat beragam aktivitas yang bisa dinikmati oleh Masyarakat dan juga bisa menghasilkan nilai ekonomi.

 



Mini Zoo merupakan salah satu tempat yang bisa digunakan untuk wisata edukasi anak-anak, ada juga play ground yang bisa dinikmati oleh anak-anak yang beraktivitas di Zona Madina. Selain itu terdapat Green House Melon yang merupakan sebuah tempat budi daya Melon yang juga bisa menghasilkan rupiah ketika masa panen tiba.

 

Terdapat penginapan cantik berbentuk rumah kayu yang bisa disewa oleh pengunjung dengan harga yang relatif terjangkau.

 

 

Bagaimana Caranya Bergabung dalam Program Wakaferse bersama Dompet Dhuafa?

 

Berawakaf sangat mudah sekali


Pahala mengalir abadi dengam berwakaf mulai dari 10.000 rupiah saja! Yaps, hanya dengan 10.000 rupiah, harga secangkir kopi, semangkok bakso, atau seharga sebungkus roti yang biasa kita beli.


Dompet Dhuafa menggagas program yang cemerlang bernama Wakaferse ini dengan tujuan untuk mengajak semua kalangan untuk ikut berwakaf uang. Kayaknya kalau cuma 10.000 rupiah, ga ada alasan untuk menolak berwakaf ya, hehehe. Apalagi manfaatnya terasa di dunia, dan pahalanya mengalir abadi hingga ke akhirat.

 

Kita bisa berwakaf pada tautan https://donasi.dompetdhuafa.org/wakaferse/ mulai dari 10.000 rupiah saja. Kita bisa berwakaf pada program DD Farm, wakaf Green House, wakaf kebun buah, wakaf masjid, wakaf sumur, dan wakaf produktif lainnya.

 

Selain itu, yuk kita mengajak saudara, keluarga, teman, sahabat kita untuk ikut berwakaf dalam program Wakaferse Dompet Dhuafa, agar segala cita-cita kita memberdayakan umat lekas terwujud.

 

Sejak tahun 1993, Dompet Dhuafa berkomitmen menjadi sebuah Lembaga zakat yang terus berkembang, bertanggung jawab, dan transparan dalam mengelola dana umat. Salah satunya adalah menjadi Nadzir (pengelola dana wakaf) agar dana wakaf benar-benar bisa dimanfaatkan dan dirasakan manisnya oleh kaum dhuafa di Indonesia.

 

Jangan sia-siakan kesempatan untuk berwakaf dan meneruskan kebaikan yang bisa kita lakukan di dunia ini, dan mendapatkan pahala yang mengalir abadi di akhirat kelak.

 

Bagaimana pendapat kamu tentang program wakaf produktif Dompet Dhuafa ini? Siapkah kamu bergabung dalam program Wakaferse yang bisa dimulai dengan 10.000 rupiah saja?

 

Let me know your thought on the comment section below, ya!