"Rumah selalu rapi setiap hari? mana bisa, kan ada anak-anak?"
Begitulah pasti pertanyaan kebanyakan orang-orang, ada anak kecil di rumah, sudah pasti rumah bakal berantakan seperti kapal pecah.
"Kok, bisa, rumahnya rapi walau ada anak?" Seseorang pernah bilang begitu ke saya.
Ehem, ehem, langsung GR sih, sebenernya, hehehe.
*Makasih, lho, sama yang udah bilang gitu ke saya, semoga tambah lancar rezekinya, amiiin.
Kembali ke pertanyaan di atas, emang beneran rumah bisa rapi walau ada anak-anak? Sebenernya ya kembali ke standar kerapihan itu sendiri. Saya sendiri merasa kalau saya ini orang yang cukup messy, ga raffi-raffi amad, kok.
Mungkin, ketika ada yang berkunjung ke rumah, dan melihat mainan tidak terlalu berserakan, perabotan masih ada di tempatnya, sisa makanan, sampah gak berantakan di lantai, ya mungkin karena faktor pembiasaan kepada saya sendiri terutama, dan kepada anak-anak.
Awal nikah, saya ini berantakan banget sebenernya, sampe suami saya stres dibuatnya wkwkwk. Karena dia orangnya rapiiii banget, sementara saya kebalikannya. Tapi ya, 12 tahun pernikahan, membawa kami ke titik tengah, jadi saya juga belajar bagaimana menata rumah dengan baik. Selain itu, saya juga terinfluence dengan gaya hidup minimalis, yang minim barang gak perlu, serta good habit untuk menyederhanakan pikiran dan membuat aktivitas kita lebih teratur.
1. Memberdayakan Anak-anak
Kemarin saya nonton sebuab vlog tentang hidup minimalis, dimana kita bisa membuat rumah lebih rapi dan teratur jika bisa meletakkan semua barang pada tempatnya, tanpa ditunda-tunda.
Tentu ada yang berkomentar, "Ya gak bisa lah kalau ada anak, pasti ibunya yang ngerjain semua."
Naah, itu dia yang saya garis bawahi, 'ibunya yang ngerjain semua'
Apakah ini benar? Apakah memang begitu seharusnya?
FYI: Anak saya, tiga-tiganya laki-laki. 11 tahun, 6 tahun, dan hampir 4 tahun.
Jika pakai logika, ya, rumah akan sangat berantakan, apalagi anaknya laki-laki semua dan lagi aktif-aktifnya ya, Bund.
Alhamdulillah, semua itu bisa diatur jika kita bisa mengelolanya, dan kuncinya adalah: IBU TIDAK MENGERJAKAN SEMUANYA, TAPI LATIH ANAK UNTUK MERAPIKAN DAN MELETAKKAN BARANG PADA TEMPATNYA.
Bagaimana Melakukan Pembiasaan tersebut? Capek, dong, kita nyuruh terus!
Pertama, berikan pengertian kepada anak, bahwa kerapihan dan kebersihan rumah itu tanggung jawab BERSAMA, bukan hanya ibu. Hati-hati, jangan-jangan, anak-anak kita menganggap bahwa kita ini adalah pelayan mereka, yang memang harus melakukan kegiatan bersih-bersih dan beberes rumah setiap hari tanpa henti.
Kedua, pahamkan tentang makna tanggung jawab. Semuanya bisa disesuaikan dengan usia anak tentunya. Anak yang paling kecil misalkan, bisa dilatih untuk menyimpan mainan, buku, bantal, dll kembali ke tempatnya masing-masing setelah digunakan.
Kalau anaknya gak mau, terus, gimana? Jangan sampai kita patah semangat, ya, Bund. Melatih itu memang gak pernah bisa 1-2x, kita pun harus tetap kuat dan sabar. Artinya jangan buru-buru kita bantu semua tugas dan tanggung jawab anak.
Aksara sudah dibiasakan merapikan mainan sejak usia 1 tahun. Aldebaran pun demikian, sejak usia 3-4 tahun, yang namanya pakaian kotor, wajib masuk ke mesin cuci/keranjang cucian, kasur harus rapi, barang-barang yang sudah dipakai (crayon, remot, buku gambar, gelas, sendal, dll) harus kembali ke 'rumahnya' masing-masing.
Kifah pun demikian, sudah dibiasakan cuci piring setelah makan, dan cuci sepatu sendiri ketika libur sekolah.
PR-nya apa, nih?
PR kita sebagai orang tua, sediakan tempat dan briefing anak agar tahu dimana harus meletakan benda/barang yang seharusnya. Misal, sepatu di rak sepatu, mainan di keranjang mainan, crayon dan buku, ada kotak/lemari penyimpanannya.
Kadang kita sebagai orang tua, ibu terutama, anaknya ngga dikasih arahan/briefing, tapi udah dimarah-marahin duluan, wkwkw. Itu biasanya yang memicu ibu-ibu tuh suka ngomel aja setiap hari, haha.
Baca juga: Whatsapp Group, antara Kebutuhan dan Pendidikan Karakter Anak
2. Gunakan Label, Tempat, Warna, Bentuk yang Bisa dipahami Anak
Saya menggunakan lemari warna-warni di rumah, di situ saya meletakan berbagai macam barang, seperti remot TV, obat-obatan, buku, mainan, dll. Saya tinggal bilang dan menunjukkan kepada mereka,
"Masukkan buku ke kotak berwarna biru, remote TV ke kotak warna pink."
Alhamdulillah anak-anak paham dan mau melakukannya.
3. Menggunakan Batas Waktu
Kenalkan juga kepada anak tentang batas-batas waktu untuk beraktivitas, tujuannya apa? tentunya agar mereka disiplin dalam mengerjakan sesuatu.
Misalkan, wajib mandi sebelum jam 17.00 WIB, selepas Magrib STOP GADGET, tidur harus pukul 21.00 WIB,
Setiap malam, anak-anak juga wajib menyiapkan buku pelajaran dan seragam untuk esok hari, sehingga tekanan di pagi hari bisa diminimalisir.
Karena pembiasaan tersebut, biasanya anak bisa mulai bergerak melakukan kebiasaan itu ketika mendekati jam/waktu yang ditentukan. Misalkan, mendekati Magrib, mainan, gadget mulai dimatikan dan disimpan pada tempatnya. Dan sebelum jam 21.00 WIB, anak-anak mulai menyiapkan tempat tidur. Jangan lupa, bangun tidur, minta anak membereskan langsung tempat tidur mereka juga, ya.
4. Kuncinya adalah Tidak Ada Penundaan
Semakin kita menunda pekerjaan, maka semakin crowded/riweuh pekerjaan kita, semuanya jadi menumpuk dan semerawut. Gak sampai 5 menit, untuk meletakkan semua barang pada tempatnya. Dan jangan sampai, ketika kita menyepelekan 5 menit, rumah seharian akan kacau balau.
Begitu pun kalau habis makan, makan snack, sampah dan remah-remah yang berserakan harus segera dibersihkan. Piring jangan sampai menumpuk di wastafel, kenapa? karena ketika visual/mata kita melihat rumah berantakan, pasti muncul-lah uring-uringan, hehehe.
5. Tidak Ada yang Instan
Mendidik anak itu bagai mengukir di atas batu, sedangkan mendidik orang dewasa bagai mengukir di atas air. Memang tidak mudah mendidik anak-anak untuk disipilin dan bertanggung jawab, bawaannya pasti gemes, ujung-ujungnya kita yang mengerjakan. Jadi, kuncinya memang konsisten dan sabar.
Sampai titik ini, saya sangat bersyukur karena anak-anak sudah bisa 'diandalkan' walau ya kadang-kadang kalau mereka sedang menguji kesabaran emaknya ini, tetep aja bikin suara emaknya naik 10 oktaf.
Sekali lagi, salah satu kuncinya adalah bagaimana memahamkan anak-anak bahwa kebersihan dan kerapihan rumah adalah tanggung jawab semua anggota keluarga, ibu bukan pelayan atau ART, ya! Anak-anak harus bisa ikut serta menjadi team kebersihan dan kerapihan di dalam rumah.
Ada yang punya pendapat lain? Yuk, sharing di kolom komentar :D
betuuulsss
BalasHapusterima kasih sudah mampir yaaa :D
BalasHapus