Diberdayakan oleh Blogger.

Mommy Diary: Mendampingi Anak Menghadapi Kekecewaan



Sebelum mulai postingan ini, saya mau ngucapin makasih dulu
buat Mak Echa yang udah ngasih semangat buat saya di tulisannya
Saya suka ragu dan takut banget *sebelumnya* kalau mau nulis
postingan tentang anak *berbau parenting*

Secara saya masih banget jadi ibu yang gak sabaran, suka marah,
merasa jaauuhh banget dari teori-teori ilmu parenting yang ada.
Tapi Mak Echa udah ngasih semangat untuk nulis jujur apa adanya, 
termasuk saat menulis tentang anak. 

Bukan untuk dipuji, bukan untuk pamer, apalagi sok jago bagi-bagi
ilmu parenting *padahal nikah aja baru 5 tahun* 
Tapi tulisan di blog ini bisa jadi bahan belajar, terutama bagi 
diri sendiri. Dan mungkin bagi orang lain *jika berkenan*

Makasih Mak Echa, dirimu layak banget untuk dapet Award 
sebagai Family/Parenting Blogger. Bukan karena postingan semata 
*menurut aku* tapi personality yang jujur dan apa adanya
membuat tulisan-tulisanmu justru lebih hidup
dan menginspirasi banyak orang.


CONGRATULATION MAK ECHA :)


------


Menulis jujur dan apa adanya seperti yang diwasiatkan oleh Mak Echa bagi saya itu susah-susah gampang. Apalagi nulis yang berbau parenting atau pendidikan anak, aduuuhhh nyerah deh saya, udah ngeper duluan kalo mau nulis tuh.

Apalagi anak saya yang baru satu, masih umur 4 tahun, belum punya ilmu apa-apa. Jadi apa yang bisa saya bagi? Ya mungkin pengalaman. Pengalaman saya selama 4 tahun bersama dengan Kifah, dengan suka dukanya, dengan segala kekurangannya, dengan segala perjuangannya. 

Sebelumnya, pernah sekali saya nulis postingan yang berbau parenting di blog ini. Yaitu tentang menganalisa karakter anak sejak dini.

Murni itu adalah hasil pengamatan saya selama di rumah bersama Kifah. Sesuai dengan apa yang rasakan, apa yang saya pikirkan, maka itulah yang selanjutnya saya tulis di blog ini. 

Tulisan ini juga masih tentang keseharian saya dengan Kifah.

Alhamdulillah, sejauh ini saya sangat menikmati peran sebagai Full time Mother yang memiliki waktu untuk mengamati keseharian Kifah. Yah, walau gak selama 24 jam saya amati, karena saya masih harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga lainnya. 

Dan kali ini saya ingin bicara tentang kekecewaan.

Lah emang anak 4 tahun udah bisa kecewa? jawabannya adalah SANGAT BISA. Beneran loh Moms, anak 4 tahun sudah sangat bisa kecewa, tapi ya kecewa terhadap orang lain, suasana, benda, pokoknya terhadap hal yang ia inginkan tetapi pada kenyataannya hal itu tidak bisa ia dapatkan. 

Kalau kecewa terhadap diri sendiri belum deh kayaknya. Hihii. 

Karena Kifah sudah sekolah, otomatis Kifah makin punya banyak pergaulan. Ya di rumah dan ditambah di sekolah. Makin banyak kenal orang, makin banyak pula warna-warni hidup yang ia alami. Ada orang yang berkarakter A, ada juga yang berkarakter B. Dari mana saya tahu Kifah sudah mulai menganalisa karakter orang? Karena sebelum tidur kadang Kifah suka cerita. 

"ummi, si A itu anaknya bla.. bla.. bla.." 
"ummi, si B itu anaknya bla..bla..bla.." 

Dari situ saya berkesimpulan kalau Kifah itu mulai menganalisa karakter banyak orang, termasuk teman-temannya. 

Tapi saya gak mau bahas tentang karakter teman-temannya Kifah, tapi saya mau cerita ketika karakter anak satu dan anak lainnya itu bergesekan bisa menimbulkan kekecewaan.

Ceritanya Kifah mau main ke rumah temannya *tetangga sebelah*. Kifah keluar rumah dan langsung menuju rumah temannya itu. 

"Mbak, mbak, main yuk!" 

Tiga kali berteriak ternyata belum ada jawaban. Hingga akhirnya, si Mbak *karena Kifah sering main dengan anak yang lebih tua, jadi manggilnya Mbak dan Mas* berteriak:

"GAK MAINNNN" 

Otomatis Kifah kecewa berat. Dia mau main ke rumah temannya, tapi DITOLAK MENTAH-MENTAH. 

Wajahnya murung sambil berbalik pulang ke rumah. 

"Ummiiiii.. Mbaknya gak mau main sama aku" suara Kifah sedih.

Aduh. Dalam hati saya sedih banget, anak saya ditolak mentah-mentah. Mau main aja gak boleh. Ya manusiawi, seorang ibu pasti 'marah' ketika melihat anaknya 'disakiti' orang lain. 

"Ummi, bilang mbaknya dong, aku mau main" rengek Kifah.

"Hmm, Mbaknya lagi gak bisa main dulu, Kifah main di rumah aja ya. Nanti, kalau Mbaknya bisa main, Kifah boleh main lagi" jawab saya.

Saya berusaha membahasakan sebaik mungkin, sebisa ia cerna, bahwa tidak selamanya yang ia inginkan bisa ia dapatkan dengan mudah.

Kifah masih murung, tapi dia langsung masuk ke rumah, main sendiri. 

Suasana hati rasanya tercabik-cabik liatnya *ALAAYY* liat anakku murung begitu gak dapet temen main. Tapi, lama-lama saya berpikir, "Ya Alloh, anakku mulai merasakan "Universitas Kehidupan-nya".

Mudah saya buat saya meminta si Mbak untuk mengajak Kifah bermain, toh biasanya juga mau main kok. Tapi, saya urung untuk meminta si Mbak main sama Kifah, saya merasa harus membiarkan kejadian ini sebagai bahan pelajaran buat Kifah. 

Walau usianya masih 4 tahun, saya rasa Kifah harus tahu bahwa di dunia ini ada yang namanya PENOLAKAN. Tidak semua apa yang kita inginkan dapat terwujud. Ada kalanya kita DITOLAK, ada kalanya kita KECEWA, tapi yang paling penting adalah cara mengatasi rasa kecewa itu dengan baik.

Yaa, hidup ini sungguh 'keras' Nak. Kita akan banyak menemukan PENOLAKAN-PENOLAKAN lain di luar sana. Mental dan hati kita harus selalu tahan banting. 

Tidak sekali dua kali Kifah ditolak oleh teman-temannya saat bermain. Saya paham kok, ada anak yang suka moody. Kadang dia ramah, kadang dia juteknya bukan main. Tapi yang namanya orang tua harus paham dan gak semestinya sakit hati, APALAGI IKUT SAKIT HATI SAMA ORANG TUANYA. *ini nih yang sering kejadian, anaknya berantem, emak bapaknya ikut berantem juga*

Makin sering menghadapi penolakan, saya liatnya sekarang Kifah makin kebal. Hahaha. Iya beneran Kifah jadi kebal sekarang. Dia gak marah atau nangis lagi kalau ada temennya gak mau main, dia jauh lebih 'dewasa' sekarang. Paling dia pulang lagi ke rumah atau dia main sendiri. 

Mendampingi anak menghadapi penolakan itu awalnya emang susah, bawaannya pengen 'ikut campur' aja. Apalagi naluriah kita membela anak itu pasti sangat tinggi. 

Tapi setelah saya pikir lagi, hmmm.. kayaknya gak gitu juga deh. Ada kalanya kita membiarkan anak kita menghadapi dunia dan segala isinya. Dengan warna-warninya, dengan manisnya, dan juga dengan pahitnya. 

Anak bisa belajar mengatasi perasaanya sendiri, membendung keinginannya, dan sebagai orang tua juga saya jadi belajar jangan jadi BAPER kalau anak kita ditolak, sebaliknya kita harus belajar bersama anak kita. Bahwa kehidupan ini juga memiliki getir yang harus kita hadapi dan kita atasi.



Semoga Bermanfaat :)




Tidak ada komentar